JAKARTA, KOMPAS — Sistem penghitungan karbon nasional Indonesia atau INCAS masih berkutat pada sektor berbasis lahan. Meski mendominasi sumber emisi di Indonesia, di masa depan emisi dari sektor lahan bersaing dengan emisi dari energi, transportasi, dan sampah.
“Nanti, (emisi) sektor energi pasti mengejar seiring pertumbuhan ekonomi dan kegiatan pembangunan. Ini harus dipersiapkan, termasuk model MRV (pengukuran, pelaporan, dan verifikasi),” kata Ketua Dewan Pengarah Pengendalian Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja, Kamis (1/10) di Jakarta, saat menjadi pembicara kunci “Lokakarya INCAS”.
Peningkatan emisi dari energi diproyeksikan dalam dokumen komitmen kontribusi nasional yang diniatkan (INDC). Dalam dokumen itu, setelah tahun 2020 perkembangan sektor energi diperkirakan signifikan dan menjadi sumber emisi di Indonesia.
INCAS adalah perhitungan emisi dan serapan karbon berbasis lahan yang diakui pemerintah (Kompas, 28 Maret 2015). Adapun mekanisme MRV dikembangkan para peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan serta Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak tahun 2011.
Sarwono mengingatkan, sejak Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dilebur, Badan Litbang dan Inovasi jangan hanya berkutat pada sektor lahan atau kehutanan. Para peneliti Badan Litbang dan Inovasi perlu mengembangkan sektor energi, transportasi, dan limbah atau sampah dalam konteks emisi gas rumah kaca.
Sektor transportasi laut akan meningkat sebagai konsekuensi pembangunan maritim dengan menciptakan interkoneksi daerah-daerah antarpulau kecil. Jadi, transportasi udara yang pengembangannya makin luas untuk menjangkau antarpulau dan kota di Indonesia.
Sayangnya, sumber emisi dari sektor transportasi udara dan laut belum masuk perhitungan PBB untuk Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC). “Jangan-jangan ini pemberian negara maju, kita tak tahu. Konteks itu penting, jangan main di konteks orang lain,” ujarnya.
Terkait hal itu, Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK Henri Bastaman sepakat dengan masukan Sarwono agar pihaknya menyusun metodologi MRV dari energi, transportasi, dan sampah. “Kami akan duduk bersama dengan kementerian sektor terkait agar mempunyai metodologi sama seperti INCAS,” ujarnya.
Terkait kesiapan sumber daya manusia, termasuk peneliti sektor energi atau transportasi di Badan Litbang dan Kehutanan, ia mengaku belum memetakan secara spesifik. Meski demikian, di instansinya, ada Pusat Kajian Sosial, Ekonomi, dan Perubahan Iklim yang juga fokus pada riset energi, limbah, atau sampah.
Pekan lalu, KLHK meluncurkan tingkat acuan emisi hutan atau FREL (Kompas, 19 September 2015). Namun itu belum mencakup faktor emisi dari kebakaran hutan dan lahan. (ICH)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/10/03/Penghitungan-Karbon-Belum-Berbasis-Energi