Definisi

Laporan nasional pertama yang dihasilkan INCAS didasarkan atas serangkaian kesepakatan definisi, berbasis definisi internasional dan nasional, memanfaatkan data dan asumsi terbaik yang tersedia. Dalam ketiadaan keputusan kebijakan yang jelas, beberapa definisi dikembangkan sendiri oleh tim INCAS, berkonsultasi dengan para pakar terkait. Segala upaya dilakukan dalam menjamin masukan seakurat mungkin. Semua keterbatasan dan ketidakpastian diakui secara terbuka agar transparan. Definisi dan asumsi utama digunakan untuk mengembangkan hasil yang diringkas berikut ini. Deskprispi lebih terinci dapat dibaca dalam Inventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan dan Lahan Gambut Indonesia (Krisnawati et al 2015).

Hutan

INCAS menggunakan definisi Indonesia untuk hutan, seperti dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.14/2004 terkait Afforestasi dan Reforestasi di bawah Mekanisme Pembangunan Bersih (A/R CDM). Dinyatakan bahwa hutan adalah lahan dengan luas minimum 0,25 hektare dan memiliki pohon dengan penutupan tajuk sedikitnya 30 persen, mampu mencapai ketinggian minimum 5 meter saat masak tebang.

Kelas Biomassa

Kelas biomassa menjelaskan hutan dengan kuantitas karbon awal sama yang merespon kejadian pengelolaan hutan secara serupa. Stratifikasi hutan ke dalam kelas biomassa mengurangi variasi dan ketidakpastian estimasi stok karbon.

INCAS mendefinisikan kelas biomassa berdasarkan jenis dan kondisi hutan termasuk hutan alam (yaitu hutan kering primer, hutan kering sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, dan hutan mangrove sekunder) dan hutan tanaman. Kategori hutan tersebut sesuai dengan klasifikasi lahan hutan yang ada dalam peta tutupan lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Biomassa merujuk pada semua materi hidup di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah hutan. Biomassa di atas permukaan tanah meliputi pohon (mencakup semua kelas diameter) serta vegetasi permukaan. Ini mencakup batang, cabang, kulit dan daun. Biomassa di bawah permukaan tanah mencakup akar kasar dan halus.

Serasah dan puing kayu kasar masuk dalam pool puing, walaupun terkait dengan kelas biomassa peralihan dan kondisi tempat.

Lahan non-hutan

Lahan non-hutan mencakup lahan pertanian dan lahan lain termasuk perumahan, padang rumput, dan lahan basah sesuai definisi kelas tutupan lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kethutanan.

Lahan Gambut

INCAS menggunakan definisi lahan gambut sebagai lahan dengan tanah organik dan termasuk dalam peta gambut Kementerian Pertanian. Lahan gambut merupakan area dengan akumulasi sebagian materi organik terdekomposisi, dengan kandungan debu setara atau lebih rendah dari 35 persen, muatan karbon organik (berdasarkan berat) setidaknya 12 persen, dan kedalaman lapisan kaya karbon gambut setara atau lebih dari 50 sentimeter (Wahyunto et al., 2004; Agus et al., 2011). Kedalaman gambut 50 sentimeter digunakan INCAS sebagai ukuran kuantitatif untuk menentukan area gambut, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7925 terkait pemetaan lahan gambut (Badan Standarisasi Nasional, 2013).

Deforestasi

Deforestasi didefinisikan sebagai perubahan permanen lahan hutan menjadi lahan non-hutan akibat aktivitas manusia. Dalam inventarisasi GRK nasional, angka deforestasi merupakan hasil penjumlahan emisi dan serapan GRK tahunan akibat kejadian terkait deforestasi di lahan hutan selama periode analisis dan pelaporan. Emisi bersih dari penggunaan lahan selanjutnya dimasukkan bila diketahui. Misalnya, pembangunan lahan pertanian pada lahan hutan gundul dimasukkan dalam perhitungan deforestasi. Emisi dari pembusukan kayu mati akibat dari deforestasi juga dimasukkan, menghasilkan emisi bertahun-tahun setelah setiap kejadian. Ini juga mencakup emisi berjalan dari kejadian yang berlangsung sebelum tahun analisis.

Degradasi Hutan

Degradasi hutan didefinisikan sebagai konversi lahan hutan primer menjadi hutan sekunder. Contohnya:

  • Kebakaran akibat ulah manusia, atau penebangan atau pembersihan diikuti oleh regenerasi alami yang menghasilkan areal hutan tak berhutan sementara;
  • Pemanenan selektif yang berlangsung menggunakan teknik konvensional di hutan sekunder;
  • Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian;
  • Hutan yang terdeteksi mengalami gangguan, akan tetapi tetap memenuhi syarat minimum sebagai lahan hutan (lahan hutan tetap lahan hutan.

Untuk inventarisasi GRK, penghitungan degradasi hutan adalah jumlah emisi dan serapan GRK tahunan dari kejadian tersebut. Emisi dari pembusukan kayu mati yang meningkat usai kejadian degradasi dimasukkan, karena mengeluarkan emisi bertahun-tahun setelahnya. Ini juga mencakup emisi berjalan dari kejadian degradasi hutan yang berlangsung sebelum tahun analisis.

Pengelolaan hutan berkelanjutan

Pengelolaan hutan berkelanjutan didefinisikan sebagai aktivitas yang terjadi pada area di mana tidak ada kehilangan tutupan hutan permanen terdeteksi oleh pencitraan inderaja, namun data konsesi menunjukkan adanya pemanenan dengan teknik Penebangan Berdampak Rendah (Reduced Impact Logging/RIL), serta pemanenan dan penanaman kembali hutan tanaman. Untuk inventarisasi GRK, penghitungan pengelolaan hutan berkelanjutan merupakan jumlah emisi dan serapan GRK tahunan yang dihasilkan dari pengelolaan menggunakan teknik RIL pada lahan yang diklasifikasikan sebagai hutan sekunder sejak awal periode pelaporan (yaitu lahan hutan tetap lahan hutan), serta pemanenan dan penanaman kembali hutan tanaman yang sedang berlangsung.

Peningkatan stok karbon hutan

INCAS mendefinisikan peningkatan stok karbon hutan sebagai penanaman kembali lahan yang menghasilkan konversi lahan non-hutan menjadi lahan hutan. Peningkatan stok karbon hutan bisa juga terjadi dalam hutan yang ada. Untuk inventarisasi GRK, peningkatan stok karbon hutan merupakan jumlah emisi dan serapan tahunan, yang dihasilkan dari penanaman kembali lahan non hutan (yaitu konversi lahan non hutan menjadi lahan hutan) dan pengelolaan hutan tersebut selanjutnya. Penanaman yang dimaksudkan meningkatkan stok karbon hutan dimasukkan dalam kategori ini.

Peran Konservasi

Tidak ada definisi yang disepakati mengenai peran konservasi dalam konteks aktivitas REDD+. Peran konservasi tidak didefinisikan dalam Panduan Praktik IPCC 2003 dan Pedoman IPCC 2006 atau Dokumen Metode dan Pedoman GFOI. Peran konservasi bisa dipandang sebagai aktivitas melindungi dan menjaga hutan serta jasa lingkungannya. Dalam konteks ini konservasi diarahkan untuk menjaga stok karbon hutan. Peran konservasi sejalan dengan aktivitas REDD+ tidak termasuk dalam inventarisasi GRK nasional Indonesia yang pertama karena tidak cukupnya data mengenai jenis aktivitas di lahan hutan.